Aksaranusa, Luwu Timur – Pemerintah Republik Indonesia melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) secara resmi membatalkan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) milik dua perusahaan besar, yakni PT Kawasan Industri Terpadu Luwu Timur (KIT-LT) dan PT Verbeck Industri Park (VIP), yang berlokasi di Desa Harapan, Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur.
Keputusan pembatalan tersebut tertuang dalam dokumen resmi bertanggal 14 Mei 2025. Pemerintah menegaskan bahwa kedua entitas usaha tersebut wajib menghentikan seluruh aktivitas pemanfaatan ruang di lokasi yang dimaksud, menyusul dicabutnya persetujuan PKKPR.
Selain itu, seluruh perizinan berusaha yang sebelumnya diterbitkan sebagai turunan dari PKKPR yang dibatalkan, juga akan otomatis dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Nomor pembatalan PKKPR untuk PT KIT-LT tercatat sebagai 1112240057279-326-73240001, sedangkan untuk PT VIP adalah 2905240127314-326-73240001.
Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan pemerintah pusat, ditemukan adanya pelanggaran prosedur dan kekeliruan administrasi dalam proses pengajuan dan penerbitan PKKPR kedua perusahaan tersebut. Langkah pembatalan ini mengacu pada ketentuan Pasal 181 PP No. 5 Tahun 2021 serta Pasal 201 PP No. 21 Tahun 2021 tentang Penataan Ruang.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Luwu Timur, Syahmuddin, dalam surat resminya menyampaikan bahwa lahan yang diajukan oleh PT KIT-LT ternyata bertabrakan dengan izin lokasi yang telah lebih dahulu diterbitkan kepada perusahaan lain. Di antaranya adalah PT Luwu Timur Industrial Park (LTIP), PT Malili Industrial Park (MIP), dan PT Indonesia Huali Industry Park (IHIP).
Tidak hanya itu, wilayah yang sama juga telah menjadi bagian dari Izin Usaha Produksi (IUP) milik PT Panca Digital Solution (PDS) dan PT Citra Lampia Mandiri (CLM).
Namun, meskipun pembatalan dari pemerintah pusat telah dikeluarkan, aktivitas PT KIT-LT di lokasi masih berlangsung. Pada Jumat, 27 Juni 2025, perusahaan tersebut diketahui melakukan pemasangan patok di area yang termasuk dalam PKKPR yang telah dicabut.
Situasi ini menimbulkan tanda tanya dan kekhawatiran di tengah masyarakat serta memunculkan sorotan terkait penegakan hukum dalam pengelolaan tata ruang di daerah. Pemerintah daerah diharapkan mengambil langkah tegas sesuai regulasi yang berlaku. (p)