Aksaranusa, Latimojong, Sulawesi Selatan – Isu “Dampak Lingkungan vs Pertambangan” kian mencuat ke permukaan, tak terkecuali di jantung Sulawesi, pegunungan Latimojong. PT Masmindo Dwi Area, sebagai salah satu pelaku industri pertambangan, kerap menjadi sorotan dalam perdebatan ini. Namun, benarkah kedua hal ini harus selalu dipertentangkan? Ittong Sule Dosen Teknik Pertambangan UNANDA, Menyuarakan konsep “Mari Menambang dengan Selaras”, sebuah visi yang menekankan pentingnya menyeimbangkan kebutuhan manusia akan pembangunan dengan tanggung jawab menjaga kelestarian bumi.
Pertambangan, sebagai salah satu upaya manusia memanfaatkan sumber daya alam, diakui memiliki peran vital dalam memenuhi kebutuhan hidup dan mendorong pembangunan. Sebagaimana dijelaskan dalam konsep hukum dualitas atau dialektika, setiap fenomena memiliki sisi positif dan negatif. Pertambangan pun demikian, membawa potensi manfaat ekonomi sekaligus risiko dampak lingkungan.
Hak Pembangunan dan Potensi Ekonomi Latimojong
Meskipun Latimojong diakui sebagai salah satu “paru-paru dunia” yang harus dijaga, penting juga untuk melihat hak masyarakat setempat akan pembangunan dan peningkatan taraf hidup. Kehadiran PT Masmindo Dwi Area diproyeksikan akan memberikan dampak signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Luwu. Dengan cadangan emas terukur mencapai 2 juta ounce dan perkiraan umur tambang 15-20 tahun, potensi mineral lainnya juga siap mendukung perekonomian lokal. Lebih dari sekadar pendapatan, keberadaan perusahaan diharapkan dapat meningkatkan akses pendidikan dan kesehatan, serta pembangunan infrastruktur dasar yang sebelumnya belum tersedia.
Legitimasi dan Kepatuhan Regulasi PT Masmindo
Kegiatan pertambangan PT Masmindo Dwi Area berlandaskan pada izin yang kuat. Berawal dari Kontrak Karya, kini telah beralih menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Status IUPK ini mengharuskan PT Masmindo Dwi Area tunduk pada regulasi yang sangat ketat, termasuk pengawasan langsung dari pemerintah pusat dan daerah. Kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) telah dilakukan sebagai dasar pertimbangan teknis dan lingkungan, dan seluruh kegiatan harus patuh pada Undang-undang terbaru terkait pertambangan mineral dan batubara (Minerba), termasuk UU No. 2 Tahun 2025 yang baru disahkan pada 19 Maret 2025.
Menuju “Low Impact” Pertambangan: Tantangan dan Solusi
Meskipun mematuhi regulasi, PT Masmindo Dwi Area menyadari bahwa konsep “zero impact” tidak mungkin tercapai dalam kegiatan pertambangan. Oleh karena itu, pendekatan yang diusung adalah “low impact” atau dampak paling minim. Namun, beberapa pertanyaan krusial perlu dijawab oleh PT Masmindo Dwi Area dan Pemerintah Daerah untuk mewujudkan hal ini:
- Isu Sosial dan Ganti Rugi Lahan: Salah satu masalah yang kerap muncul adalah ketimpangan nilai ganti rugi lahan. Survei lokal di Latimojong menunjukkan bahwa nilai yang ditawarkan perusahaan (Rp50.000–Rp100.000 per meter persegi) jauh di bawah penilaian masyarakat (Rp150.000–Rp200.000 per meter persegi), memicu protes. Selain itu, alih fungsi lahan pertanian produktif juga berdampak pada hilangnya mata pencaharian utama masyarakat. Perlu solusi transparan dan adil untuk mengatasi ketimpangan ini serta strategi mitigasi terhadap hilangnya produktivitas pertanian.
- Sistem Pengelolaan Air (Water Management System): Curah hujan tinggi dan anomali cuaca di Tana Luwu menjadi tantangan serius. Pembukaan lahan yang masif untuk kegiatan development dan penambangan dapat mengurangi daya dukung hutan dalam menyerap air hujan, meningkatkan risiko erosi, dan memicu banjir. PT Masmindo Dwi Area harus menyusun sistem pengelolaan air yang komprehensif, memperhitungkan faktor-faktor ini, untuk mencegah bencana alam.
- Pengelolaan Limbah Pemurnian Emas: Jika PT Masmindo Dwi Area menggunakan sianida dalam proses pemurnian emas, pengelolaan limbah tailing yang mengandung sianida dan logam berat terlarut menjadi krusial. Perusahaan harus menjamin bahwa hasil pengolahan air limbah memenuhi baku mutu yang ditetapkan untuk pertambangan emas.
- Peran BUMD dalam Peningkatan PAD: Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu perlu lebih cakap dalam melihat peluang untuk memaksimalkan PAD dari berbagai kegiatan pertambangan. Pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang mampu menyusun konsep perencanaan bisnis di sektor pertambangan secara baik akan sangat membantu dalam mencapai tujuan ini.
Mencapai Keseimbangan: Lingkungan dan Pembangunan Berjalan Seirama
Konsep keselarasan menjadi kunci. “Paru-paru dunia akan tetap ada di Latimojong,” dan tidak harus dikorbankan. Namun, “Masyarakat Latimojong juga berhak menikmati pembangunan dari kekayaan alam mereka.” Pemerintah, sebagai regulator dan fasilitator, harus bekerja sama dengan swasta sebagai pelaku ekonomi, dan masyarakat sebagai penerima manfaat sekaligus pelaku pembangunan. Dengan transparansi, akuntabilitas, dan kerja sama yang baik, keseimbangan antara kelestarian lingkungan dan pembangunan yang berkelanjutan dapat diwujudkan di Latimojong.
Bagaimana menurut Anda, langkah konkret apa lagi yang diperlukan untuk mewujudkan konsep “Menambang dengan Selaras” ini di Latimojong?