Aksaranusa, Towuti, Luwu Timur – Pagi itu, warga Dusun Molindowe, Desa Lioka, Kecamatan Towuti, dikejutkan oleh genangan berkilau di pematang sawah mereka. Bukan embun pagi atau pantulan sinar matahari yang biasa menenteramkan, melainkan minyak hitam yang merembes dari kebocoran pipa milik PT. Vale Indonesia.(23/08)
Sumber kebocoran berasal dari jalur pipa di Desa Asuli, yang kemudian mengalir hingga ke areal persawahan Kolodi. Kebocoran diduga terjadi sejak malam hari, dan baru disadari warga ketika turun ke sawah pada pagi harinya.
Padi Baru Ditanam, Petani Resah
Keresahan warga semakin besar karena lahan yang terkena rembesan baru saja ditanami padi. Usianya sekitar tiga minggu, sedang dalam tahap pemupukan pertama—masa krusial bagi pertumbuhan tanaman.
“Kalau tanah sudah kena minyak, pupuknya tidak bekerja maksimal. Padahal kami baru memulai musim tanam,” keluh seorang petani setempat saat dihubungi.
Masyarakat khawatir kerugian yang ditanggung tidak hanya pada musim ini, tetapi juga berdampak jangka panjang terhadap kesuburan tanah. Pengalaman dari insiden sebelumnya menunjukkan, meski minyak yang masuk hanya sedikit, efeknya bisa bertahan lama dan membuat tanah sulit pulih.
Bukan Pertama Kali
Kebocoran pipa minyak bukan hal baru bagi warga Towuti. Sejumlah petani menyebut, peristiwa serupa sudah pernah terjadi, meski skala kali ini dianggap paling parah.
“Kalau dihitung, sudah lebih dari sekali kebocoran. Tapi yang ini paling besar. Kami benar-benar takut gagal panen,” ujar warga lain.
Lambatnya respons penanganan juga menjadi sorotan. Warga menilai pergerakan pihak perusahaan maupun instansi terkait belum secepat yang diharapkan. Padahal, lahan pertanian adalah urat nadi kehidupan mereka.
Catatan Serius bagi Perusahaan
PT Vale selama ini dikenal kerap menegaskan komitmennya terhadap kelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat. Namun, kasus kebocoran pipa minyak yang berulang menimbulkan pertanyaan besar mengenai efektivitas pengawasan infrastruktur yang dijalankan.
Ketua Himpunan Mahasiswa Teknik Pertambangan Universitas Andi Djemma (HMTP UNANDA), Yadit, menyampaikan kritik tegas atas insiden ini.
” HFSO sangat kental, lengket, dan mengandung sulfur tinggi. Di lahan pertanian, tanah kehilangan porositas dan akar mati. Di sungai, lapisan minyak menutup oksigen, mencemari sedimen, dan mengancam biota. Jika sampai ke sistem Danau Malili, dampaknya bisa serius dan jangka panjang,” jelas Yadit.
“Jika PT Vale mengklaim patuh ISO 14001:2015, maka sistem tanggap darurat dan pengendalian resiko pipa seharusnya bekerja. Kebocoran ini membuktikan masih ada celah besar antara prosedur dan praktik lapangan,” sambungnya.
Klarifikasi PT. Vale Indonesia
PT Vale meminta maaf atas insiden yang terjadi. Mereka berjanji untuk tetap terbuka dan transparan dalam memberikan informasi, serta akan terus bekerja sama dengan pemerintah dan pihak-pihak terkait lainnya.
“Prioritas utama kami adalah memastikan sumber kebocoran dapat tertangani dengan baik, serta melakukan mitigasi dampak terhadap masyarakat, sosial, dan lingkungan,” ujar Vanda dalam pernyataan tertulis
Harapan Petani
Bagi masyarakat Desa Lioka, yang mereka inginkan sederhana: penanganan cepat dan kepastian bahwa sawah mereka tidak dibiarkan tercemar tanpa solusi. Mereka berharap perusahaan bertanggung jawab, baik melalui pemulihan tanah.
Kebocoran pipa kali ini seolah menjadi alarm keras bagi semua pihak: bahwa pembangunan dan investasi harus berjalan seiring dengan tanggung jawab lingkungan dan keberlanjutan hidup masyarakat kecil yang menggantungkan harapan pada sepetak sawahnya.(p)